Pages

Subscribe:

CERITAKU

Untuk ktiga kali kutemukan pohon waru
Kutanam dalam balut asmara membiru
Meski ku tahu ada bintik-bintik tantangan
Karena itu adalah pasti

Untuk pertama kali kupupuk
Dengan air yang mengalir ke tangkai
Cinta yang kuharapkan ada disana
Terlihat dari balik guratan-guratan bintik tantanga

Hingga pohon waru berakar dalam jiwaku
Semakin saja aku alirkan air cintaku
Ingin cepat-cepat ia berdaun
Meski mulut tak mampu tembangkan syair cinta
Untuk mengelus daun waru dengan sayup syair

Mulailah pucuk daun mengembang
Seluruh jiwa terasa terbang
Meski diri tidak tahu tetang daun
Penuh tanya daun berucap tanda gemuruh hati tertegun
Adakah tetes Puteri Embun?
Saat pagi mengantarkan embun
Kuharap berlabuh di daun

Bermekarlah daun waru
Hingga rindu akan bertalu
Kalau-kalau terpisah selangkah jam dinding
Karena tak mampu untuk tidak bersanding
Dititik inilah...
Daun waru membuatku berubah
Daun waru menyuruhku meniti jalan pujangga
Setiap yang tertitah bak tersabda
Jalani lika-liku hidup demi cinta
Onak dan duri selalu ada
Dan jalanku pun ala di sorga
Setiap hari
Tapaki mentari
Seperti mendengar suara Ilahi
Setiap pesona Puteri Embun melintasi
Setiap jiwa menerimanya dengan senang hati
Meski sebatas ilustrasi
Dan tidak mungkin aku tukar dengan pelangi pagi hari
Ya, pelangi di pagi hari

Pfffuuuhhh...!!!
Hanya nafas yang berhembus
Tak ada yang bisa dikata
Sedih
Perih
Karena bunga itu mulai menampakkan pucuk keperawanannya
Seharusnya aku bahagia?
Ah...!!!
Itu kata orang
Tapi bagiku?
Ternyata...
Bunga itu dilahirkan dari daun waru tidak seumur dengannya
Aku bertanya
Dan terus bertanya
Banarkah?!
Bunga itu tak seumur daun waru pun?
Yang seharusnya melebihi
Takdirkah?!
Apa benar?!
Atau.....
Sengaja menjatuhkan diri
Atau.....
Ada orang lain yang memetiknya
Kala Puteri Embun jauh dariku
Kala jarak jadi tirai
Kala kala jadi kala
Atau..... mungkin
Sengaja ada seseorang yang memetik dari belakangku?
Lalu Puteri Embun rapuh dan rapuh?
Hancur dan hancur?
Ikut dan ikut?


Perpustakaan Al-Majidiyah
Malam selasa, 12 Maret 2007
Puisi ini aku tulis 3 hari 3 malam. Mencoba mengumpulkan semua kenangan
selama masih di QUANTUM sampai ke pondokku (Bata-bata)

JARING MALAIKAT

Puteri Embun!
Disini aku menanti
Entah apa yang aku nanti
Yang pasti sepi mencekam dalam diri

Tangis tidaklah berarti
Untuk uraikan perih dalam hati
Untuk uraikan sedih yang menguasai diri
Semua terangkum dalam peti mati
Ada maksud untuk dihanyatkan ke sungai yang mengalir
Biar semua perih dan sedih berakhir

Ada Malaikat menyulam jaring laba-laba
Untuk pertahankan peti mati
Aku pun tak berkutik
Hanya sepi menemani
Tertegun disetiap bayang Puteri Embun
Saat raut berekspresi tidak senyum


Di kelasku
Ahad, 11 Maret 2007
Jam ke-I nggak ada guru
Waktu aku merasa sepi dikeramaian dan gelak-tawa teman-temanku. Aku keluar kebelakang kelas lewat jendela belakang. Tak kuhiraukan ucapan teman-teman ketika aku mau keluar lewat jendela belakang.

KUTAHU ENGKAU MAWAR BERDURI

Kutahu engakau mawar
Kelembutan adalah sifat yang pasti
Merah mawar adalah keberanian hakiki
Sebagai penopang adalah embun pagi
Hingga Puteri Embun jadi bidadari

Kutahu engkau mawar berduri
Sebagai pagar adalah duri
Untuk menjaga kesucian dan harga diri
Agar tak bisa menyentuh para kelinci berdasi
Apa salahnya mawar berduri?
Apakah salah mawar berduri?


Perpustakaan Al-Majidiyah
Jum`at, 09 Maret 2007
Jam 08:47

SEPI

Sepi
Sepi dan sepi aku berdiri
Mencoba cari pelangi
Sebagai penghibur dikehidupan berduri
Ada mawar katanya berduri
Coba kuraba, berharap menerangi
Ternyata, apalah diri
Meraba tangan tertusuki
Sebagai alasan adalah "status"
Meski dalam kamus cinta bukanlah berarti


Mosholla
Kamis, 08 Maret 2007
Jam 14:25

PESONA JINAKKAN GELOMBANG

Untuk kesekian kali kutatap wajah
Seuntai senyum berembun merekah
Larik-larik nafas aku tahan
Tak tahan menahan pesona menghanyutkan
Setiap kali nada-nada pesonamu terangkai dalam bait harapanku
Menyatu dengan sajak cinta adalah inginku
Bersamamu cerita gelombang dalam jiwa akan tenang
Pasrah mengikuti alir sungai hingga muara angan titik terang.