CAMAR MENGELILINGI KEPALAKU
Mengarungi laut menuju dermagamu
Bersama bening air ketulusan cintaku
Terpancar menerpa wajah
Wajah-wajah terlukis disetiap air laut tak beriak
Namun...
Aku hanya bisa melihat di tepi pantai
Sampan itu hancur berantakan
Bak diterjang badai laut
Hanya wajah-wajah tetap terlukis
Ombak tak mampu pudarkan
Ombak terninabobokkan oleh sayup syairku
Hingga para camar berdatangan
Lalu mengelilingi kepalaku
Aku pun terlutut
Dan akhirnya jatuh sakit
BIDADARI TUJUH WARNA PELANGI
Kala temaram menghampiri
Sebagai tanda keesaan hati
Ingin sekali bersanding bidadari tujuh warna pelangi
Tuk kuukir pada purnama
Supaya aku selalu melihat elok wajah
Bersama bunga hati bibir mengembang cerah
Ah...!
Itu cuma ingin
Sirna kala diterpa angin
Bebani jiwa selalu menghayal
Jutaan kata dirangkai untuk gombal
Tapi sekarang tidak
Saat aku mendongak
Dibalik purnama ada bidadari tujuh warna pelangi
Kuterbuai dibuatnya untuk selalu menghampiri
Dan mengukir di purnamaku
Tuk kujadikan prasasti dalam gelapku
Amboi...!
Senangnya hati ini
Bisa mengukir bidadari tujuh warna pelangi
Seakan ruh terlepas dari jasad ini
Saat ukiran kupandangi
MAKA ENGKAU AKAN TAHU JIWAKU
Jika engkau tahu angin berhenti berhembus dalam takdirnya. Membisu dikehausan sepoi anak manusia berkeringat. Menyisakan aroma cinta di daun-daun hijau untuk dilabuhi Puteri Embun, kala pagi menghantarkan embun sejak malam mengutusnya.
Maka engkau akan tahu jiwaku saat berhdapan dengan Puteri Embun, sampai-sampai salam dititip untuk dipendam.
Tapi perlu diketahui aku bukanlah hemar tak bercinta. Karena aku adalah manusia_
Punya rasa
Punya cinta
Punya ingin
Yaitu pada Puteri Embun
SESUNGGUHNYA HATIKU
Setiap nafasku adalah kamu
Setiap jam dinding melangkah melukis wajahmu
Itu gombal...
Mungkin kalau aku berkata;
Aku tidak bisa hidup tanpamu
Buat apa hidup tanpa bersanding dirimu
Itu cengeng...
Saat engkau menanyakan;
Kemarin...
Hujan-hujan kamu kesini, ada apa?
Tak sanggup aku menjawabnya
Hanya lidah;
Tidak...
Hanya ada perlu sedikit
Tapi hati;
Karena telah lama aku tidak melihat paras wajahmu
DO`AKU
Aku berdo`a
Semoga dibalik tanyamu
Ada cinta meski serpihan debu tertiup angin
Biar tidak cuma angan...
Melayang tiap engkau menanyaiku
Biar tidak cuma hati berbunga-bunga
Biar tidak cuma ingin...
Memilikimu seutuhnya
Biar tidak cuma cinta...
Menerimamu apa adanya
RINTIK DI KARANG MANGGIS
Lalu tersenyumku
Kuturun ke jalan raya
Lalu irama hatiku
Kulihat cerita hujan berlarian
Kurasa dingin hujan dinginkan badan
Resapi cerita hujan ada cinta
Hingga yakin ada rasa disana
Meski logika tak mengerti tentang kalbu
SAAT-SAAT AKAN BERTEMU DENGANMU, BESOK
Berhayal...
Bermimpi...
Beringin...
Besok bisa bertemu denganmu
Telah kutinggal jasadku
Menghampiri sukmamu di nirwana asmara
Berhayal...
Bermimpi...
Beringin...
Besok bisa melihat senyummu
Telah kujadikan budak badan ini
Demi keagungan cinta
Berhayal...
Bermimpi...
Beringin...
Besok bisa melihat cintaku
PELIPUR LARA HATI
Dahaga bumi tentang rindu
Ada rintik tentang rasa menggebu
Genangan air cerita tentang hati ingin bersua
Kata hujan ada cinta disana
Angin menerpa tanda sabda
Ada yang menunggu disana
Sebagai pelipur lara hati lama menunggu
MUFLIHAH
Umpama awan dan langit dijelma simbol rindu
Fana?; angin tak tercipta
Lembarkan hari-hari tertulis duka
Ilhami jiwa-jiwa berdosa
Hangati kala jasad terlena
Amboi, sukmamu telah bersembunyi dibalik tulang rusukku
Hawa dan Adam perumpaanku.
KAU BAGIKU
Saat Peteri Embun menghampirimu
Dendangkan tembang cinta
Setiap sepi menumbuhkan esa jiwa
Kalang kabuti ruh yang akan menghampiri setiap desah nafas berhembus bahagia
Maka...
Kepakkanlah sayap-sayap kehidupanmu wahai jiwa-jiwa cintaku
Agar salju yang bekukakn sayapmu hancur
Dan terbanglah menuju ilustrasi nirwana
Kemudian...
Obatilah dahaga cintamu wahai jiwa-jiwa cintaku
Dengan meminum disungai madu
Bersoleklah dengan Puteri Embun!
Tapi ingat...
Jika ia mengisinkan
TANPA MULUT DAN MATA
Aku melihat cantikmu tanpa mata
Aku melihat senyummu tanpa mata
Aku melihat sinar matamu tanpa mta
Aku mencicipi hatimu tanpa mulut
Aku mencicipi tingkahmu tanpa mulut
Apa kau melihat dan mencicipiku dengan mata dan mulut?
Jika "Iya"
Aku tak ingin
PENCARIAN HAKIKAT CINTA
Mengundang ingin untuk tahu dibaliknya
Meski mulut tak mampu bertanya
Adakah ruang berdimensi di hatimu?
Untuk jiwa yang telah lelah mencari cinta
Disetiap pelangi wanita
Menyelati berharap ada kesejatian cinta
Tuk kujadikan simbol keagungan cinta
Aku rela,
Lelahkan jiwa mencari hakikat cinta
Sebagai jejak aku bukanlah kera!
Saat menangkap belalang satu disepah-satu dikata.
AKU TAKUT
Ya, tangis hati
Saat sepi mencekam
Menuntut untuk berkhayal
Berpikir...
Meresapi apa-apa dalam diri
Menghayati...
Tentang cinta menggerogoti
Hati lemah,\!
Cinta dihadapi
Untuk dihayati
Untuk dikomentari dalam hati
Untuk ditanyai
Meski dalam hati
"Jika hatiku ingin bersamamu selamanya! Pernahkah Terbersit dalam hatimu ingin bersamaku selamanya?"
Seluruh jiwa gemetar
Kalau-kalau cinta akan pudar
Karena harapan setinggi asa
Aku takut, asa tinggal harapan hampa
KARENA AKU MENGERTI HAKIKAT CINTA
Memupus sejenak kecantikan Puteri Embun
Kosongkan isi pikiran
Isi air telaga disetiap getar nadi
Nyalakan lentera sebagai selimut
Hangati desir darah membeku
Saat Puteri Embun menjelma salju
Telusuri jiwa hingga urat nadi
Bekukakn tulang belulang
Hingga olokan alam bawah sadar berdentang
"Betapa bodoh engkau!"
"Betapa norak tingkahmu!"
Ah, biarlah…!
Karena aku bukan pohon menjulang
Dan karena aku mengerti hakikat cinta
TAK MUNGKIN BAGIKU
Terbalut sejuk Puteri Embun
Angin tak jemu membelai
Aroma cinta nyawanya desiran
Sejukkan pucuk ilalang
Pererat pelukan Puteri Embun
Kala badai menjelma
Tak mungkin bagiku...
Tinggalkan Puteri Embun kekeringan
Tertimpa sinar matahari
Terangkat ke langit menjadi budak
HAKIKAT DALAM DIRI
Bawakan syair untuk gemercik air
Refleksi sinar mentari
Jajaki kedalaman telaga
Sebagai pencerah hati,
Puteri Embun namanya
Siul burung
Tenangkan gemercik
Kebeningan air penuhi telaga
Bermain diatasnya, burung berbiola
Tenangkan hati
Lumpuhkan kegelisahan,
Cinta namanya
Peri cinta terpikat
Turun ke telaga bermandi cahaya
Melabuh ke hati yang mencari hakikat
Bersemayam menduduki
Ciptakan istana megah
Mengalir dibawhnya
Samudera cinta dalam diri,
Cintaku pada Puteri Embun namanya
SETIAP DALAM SEPI
Hati meyakinkan
Kaulah masa depanku
Tapi.....
Terlintaskah sedikitpun di benakmu tentangku?
Atau memang tidak pernah terlintas sama sekali!?
Tapi.....
Meskipun begitu...
Izinkan aku berkhayal bersanding denganmu
Rintang-rintang Hadap-hadap Sama-sama Hari-hari Kata-kata Kami-kami"
CINTA DALAM ASA
Gemuruh hati bak belati
Kerana menyimpan rasa
Bersanding bersama adalah asa
Tapi...
Cadasnya tebing tak membahasa
Hanya keinginan terpenjara berjeruji asmara
Dalam jeruji jadi lentera
Dalam hingar serigala jadi peri cinta
Meski dalam sadar aku berkata;
"Itulah cintaku"
Akan aku alirkan bersama dendang anak sungai
Dan kujadikan tinta setiap yang mengalir
Sebagai isi pena untuk menuliskan cintaku
Biarlah cinta tak terungkap!
Tapi rasa tetap ada
Masa bukanlah penguasa
Yang semena-mena menghapus cinta
SELALU MENUGGU TERPAAN ANGIN
Tahukah engkau?
Mengapa aku menjelma pucuk ilalang?
Goyah kala angin meyapa
Berucap kala angin menerpa
Menjunjung tahtamu kepucuk bianglala
Menjunjung keanggunanmu, Puteri Embun
Sekali lagi...
Tahukan engakau?
Mengapa tak ada ucap untuk sampaikan rasa?
Bukanlah bisu!
Saat aku hanya bisa bergoyang terterpa angin,
Kemudian tersenyum
Karena sejukmu menusukkan diri kepucukku
Patahkan lidah tulang
Hingga tidak bisa bilang
KITA PUNYA BAHASA
Yang telah mengantarkan pada kesempurnaan asmara
Kita adalah dingin dan Puteri Embun yang selalu meramaikan dunia Tuhan
Bersama tembang ayam kita dimabuk asmara
Dalam kabut buta kita punya bahasa
Kemudian cerita asmara kita ditulis oleh Tuhan
Diatas sehelai hamparan bernama bumi
Dimana kita berpijak kebersamaan akan selalu menyertai keserasihan jiwa
Nada asmarapun tercipta dalam nadi kita.
DIALOG SUNYI
+ Kenapa kamu tak ungkapkan isi hatimu?
- Aku takut
+ Ah... pengcut lho!
+ Kenapa kamu tidak bilang cinta sama dia?
- Aku malu~
+ Ah... banci lho!
+ Kamu takut sama wanita?
- Tidak, aku hanya takut kalau-kalau aku tidak secerah bulan purnama menerangi bumi
+ Berarti kamu takut sama dia?
- Tidak, aku hanya tidak bisa memperlakukan dia, sebagaimana angin sepoi mengelus dedaun hijau hingga berirama
+ Apakah dia tidak mengerti tentangmu?
- Mungkin hanya awan yang tahu
Sebagai atap dan saksi kebisuan mulut gemuruh hati
Karena aku sering menangis
Kala aku membisu didepannya untuk sampaikan isi hati.
"Biarlah angan yang menyampaikan isi hati ini"
Sergahku, sebagai pemupus air mata
KETULUSAN
Tentang ketulusan yang selalu engaku pancarkan dari kelopak matamu.
Aku melihat ketulusan disana
Yang selalu aku jadikan jawaban pada perasaanku disetiap ia bertanya.
Tapi ketulusan tidak mungkin bisa dibohongi dengan pancaran mata
Ketulusan adalah keinginan untuk selalu bersama hingga dipenghujung senja.
GEMURUH KENANGAN
Bak air mengalir diatas gurun pasir
Yang tertatih untuk melupakan
Tapi, semua sia-sia bagiku
Sayap patah hinggap dijiwaku
Panah asmara menembus hatiku
Indah dalam perasaan cinta
Mengapung bermandikan cahaya cinta
Yang tak bisa kulupakan
Ingin berteriak pada dunia “Aku Jatuh Cinta”
Tak mungkin kubahasakan dengan kata kenangan itu
Gemuruh hati menusuk-nusuk
Sungguh rapuh saat kengan hinggap dipikiranku
Angan melayang tak menentu
Bersama desir angin dipagi hari
Membuat semua tumpah
Pun air mata asmara menghujan saat membayangkan kita berdua.
IMPIANKU BERSAMA DIA
Kemudian menyatu
Bersatu dikekuasaan Tuhan hingga mengering
Sungguh, kebersamaan indah kemilau
Melihat nikmat terpancar ke cakrawala
Kuterpaku membayangi keindahan
Kebersamaan abadi yang aku impikan bersama dia ala ombak itu
Ya, ala ombak itu
Berkejaran penuh butir air menghantam air
Batu karang bukanlah batu
Adalah ujian mencapai senyum Tuhan
BAHASA PERASAAN
Sunyi masih saja menggerogoti
Sehingga tidak bisa tegak berdiri
Dalam ketidak pura-puraan ingin menyambut datangnya cinta
Barangkali cuma igau bagi manusia
Kala aku mengatakan “Aku Cinta Kamu”
Bagiku ini bukan mimpi
Karena aku tak ingin mengigau disaat mata terbuka
Ah, biarlah kata orang
Barangkali, kekasih mengerti bahasa perasaanku dalam kepastian
Saat fata morgana membahasa dalam ketidak pastian
Kasih, lewatilah bahasa fata morgana itu!
Supaya engkau tahu sesungguhnya arti bahasa ini
Yang tertulis yang akan aku jadikan sebagai tinta emas
Jadikanlah kalimat ini sebagai pengganti diriku
Jika engkau benar-benar mengharapkan bahasa perasaan ini
Saat engkau merasa sepi tanpa hadirnya bayanganku
Bacalah…!!! Saat menjelang tidur
“Betapa rapuh diriku tanpa hadirmu disisiku”
“Dan betapa utuh diriku dengan hadirmu disisiku”
Yang bisa cuma satu, yaitu cinta
Untuk membangun kembali jiwaku yang telah hancur berkeping-keping.
SENYUMMU
Angin semilir meniup bersayap dingin
Terang kuproleh menuju singgasan cinta
Kulihat puteri embun tersenyum manis
Memikat hati dikerapuhan jiwa melihat sunggingan manis
Hingga dalam sunyi terlarut
Mimpi menyakini mengartikan senyum
Senantiasa akan tertulis dalam pikiranku
PUTERI EMBUN II
Engkau Puteri Embunku
Engkau adalah air mata ilalang yang menetesi kegersangan hati
Engkau adalah embun di pagi hariku, saat mentari membuka jendela sang timur
PELUKAN PUTERI EMBUN
Tenang di jiwa menggugah nadi
Disetiap desir darah
Hangat mengalir meninabobokkan ego
Tak ada yang aneh
Hanya aku damai dipelukan puteri embun
Ku mengharap hangat sampai mentari tidur dipeluk senja
Aku aman dipelukan puteri embun
Seraya dia berbisik tentang kejahatan waktu
Aku gemetar
Aman jadi ricuh
Tak ingin kehangatan cepat memudar dipenitrasi salju waktu
Bibir bergeming ketakutan pasti
“Bisakah puteri embun menghangati sampai senja menutup mata?”
PUTRI EMBUN I
Aku bergelantung dipedang itu
Jamahan Puteri Embun sangat kubutuhkan
Berharap ia tahu akan perasaan ini
Saat gejolak hati tak tersampaikan
Embun ini adalah kerapuhanku
Maka jemputlah rasa ini
Atau dibiarkan saja!
Hingga luruh bersama tembang senja
Dan akhir namaku diatas nisan
PANCAR SINAR PUTERI EMBUN
Berlumur najis
Berlutut dibawah larangan-Mu
Seperti tak punya Tuhan
Dicumbui dosa menjanjikan kenikmatan
Tuhan, ciptakanlah bayangan puteri embun selalu dalam khayalku
Sebagai sebagai sejadah menuju ridlo-Mu
DEMI PUTERI EMBUN
Larut dalam keinginan semata
Iblis menjiwa separuh roh, pembuat dosa
Kutulis puisi ini dengan jari berlumur dosa
Bayangan Puteri Embun sebagai saksi
“Aku tak akan mengulangi lagi”
Demi Puteri Embun
Dalam setiap hembus nafas yang selalu memperingati
Dengan kecantikan penerang hati
Dalam gua gelap-gulita berteman sepi
“Aku akan berubah”
Demi Puteri Embun
Yang tidak aku cintai hanya karena kecantikan semata
Getar hati sebagai fakta tentang ini cinta
Sebagai pilar cinta adalah rasa
“Aku akan berubah”
Demi Puteri Embun
Meski engkau tidak pernah memikirkanku
Tapi aku akan selalu memikirkanmu
Karena engkau adalah sabda Tuhan dalam hidupku
“Aku akan berubah”
Demi Puteri Embun
Senyummu dalam benak, bertahta selalu dalam hidupku
Kecantikanmu sebagai singgasana akan cintaku
Dalam menembus kabutnya waktu
“Aku akan berubah”
Hadirnya bayanganmu mengubah hidupku
Tak ingin hati melepas bayangan itu
Dan segala dariku mengharap hadirmu disisiku selalu
Kesudian berkunjung bayanganmu!
“Terima kasih “
Puteri Embun
AKU TIDAK BISU
Sumpah, lidah ini kaku saat memandangmu
Untuk bicara tak lagi
Bahasaku lain sudah
Saat puteri embun membasahi jiwaku
Beningnya tetes melayangkan pikiran
Bercumbu di negeri khayal
Sejuta kata yang kurangkai membukit di hatiku menggunung di pikiranku
Tidakkah engkau mengerti tingkahku?
Tidakkah engkau mengerti senyumku?
Tidakkah engkau mengerti sinar mataku?
Disana!
Dikedalaman hatiku
Tersimpan harapan menyatu denganmu
CINTAKU BUKAN CANTIKMU
Tapi, tetes ikhlas menjiwa di sanubari
Dingin pagi hari salurkan mengisi relung hati
Aku terkesima Mulut ternganga
CINTAKU BUKAN CANTIKMU
Tapi, tetes ikhlas menjiwa di sanubari
Dingin pagi hari salurkan mengisi relung hati
Aku terkesima Mulut ternganga